Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

WARUNG “PENAJEM” 2

(Lanjutan cerpen Warung “Penajem” karya Ahmad Tohari) Cerpen oleh: Marjan Fariq Seperti biasa, Kartawi kembali melamun di bawah pohon johar. Ia masih memikirkan permasalahan rumah tangganya. Meskipun Jum tidak menanyakan ihwal kepergiannya beberapa hari ini, tapi Kartawi malah merasa bersalah karena telah membalas perlakuan Jum. Ketika Kartawi hampir tertidur karena asik dengan keteduhan yang diberikan pohon johar, Rusmini datang membawakan rantang nasi. “Ini pak.” Kata Rusmini sambil menyodorkan rantangnya. Kartawi menerima rantang nasi itu. Rus yang masih kecil pamit karena ingin bermain dengan teman-temannya. Ditatapnya nasi dan lauk pauk buatan Jum dengan lekat. Tidak biasanya Jum menyiapkan makanan sebelum dirinya pulang. Tapi jujur, makanan itu sunggung mengundang selera Kartawi yang memang lapar setelah lelah menanam palawija. Ada dua potong goreng tempe, sepotong tahu dan tumis kanggung yang ditempeli beberapa irisan cabai. Di rantang satunya, nasi putih yang masih m

RINDU

Cerpen Karya Marjan Fariq Entah apa yang merasuki jiwa Ki Harun, hari ini ia bertekad mencari anaknya yang sudah dua puluh tahun meninggalkannya. Ia tak mau gagal lagi seperti pencarian-pencarian dahulu. Kini Ki Harun telah sampai di Ibu Kota Jakarta. Ajaib memang, tidak tahu bagaimana orang tua ini bisa sampai di kota yang mengerikan itu. Ki harun hanya dinaikkan seorang calo dari terminal Banjar. Ia tak tahu jika mobil yang di dalamnya terdapat puluhan kursi akan mengantarnya ke terminal Rambutan, sebuah tempat yang dikelilingi orang aneh. Orang-orang yang baru menginjakkan kakinya di sini akan bingung. Harus kemana dan apa yang harus dilakukan. Begitu juga dengan Ki Harun. Diusapnya peluh yang tak henti-hentinya mengalir menguras cairan yang ada di tubuh keriputnya. “Mau kemana kek?” Tanya seorang pemuda yang dari tadi memperhatikan tingkah Ki Harun. Ki Harun tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepala. Begitu polos, ia benar-benar tidak tahu harus kemana, yang ia inginkan

NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN

NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN (disadur dari cerpen “Gerobak” karya Seno Gumira Adjidarma)     Oleh:   Marjan Fariq   NIM: 2222081268 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2012 LUMPUR KEMISKINAN Naskah Drama disadur dari cerpen “Gerobak” karya Seno Gumira Adjidarma SEBUAH GEROBAK TERLETAK DI TENGAH-TENGAH PANGGUNG. TIBA-TIBA TERLIHAT KEPALA DARI DALAMNYA. ADA DUA ORANG ANAK, SEORANG IBU DAN SATU LELAKI KEKAR. LELAKI KEKAR ITU MULAI MENDORONG GEROBAK BERPUTAR-PUTAR DI ATAS PANGGUNG SEMENTARA IBU DAN DUA ANAKNYA MENUMPANG DI DALAM GEROBAK. TIDAK LAMA, DATANG DUA GEROBAK LAINNYA MENGEKOR DI BELAKANG. KETIGA GEROBAK ITU BERPUTAR-PUTAR LALU BERHENTI. MEREKA SEMUA KELUAR DARI GEROBAK, KEMUDIAN MENGGELAR TIKAR DAN MEMBANGUN TENDA DARI TERPAL BEKAS. SETELAH ITU, CUCU DAN KAKEK MEMASUKI PANG
Cinta Wendi untuk Selma Cerpen oleh: Marjan Fariq Wendi hanyalah siswa yang tidak diperhitungkan di SMAN 1  Tangerang. Ia pun menyadarinya betapa ia begitu buruk nasibnya. Selain berwajah kurang tampan, Wendi juga serba kekurangan dalam hal ekonomi. Maklumlah, bapaknya hanya sopir kendaraan roda tiga tanpa mesin alias tukang becak. Kalaulah anak ini sedikit pintar, mungkin ada beberapa orang yang mau jadi temannya. Namun sayang, dia memang benar-benar serba kekurangan. Pernah tidak naik kelas sewaktu kelas 10 membuatnya terlihat tua dibanding teman kelasnya yang lain. Kini di kelas 12 ia bersiap menghadapi Ujian Nasional yang tinggal tiga bulan lagi. Tapi sepertinya ada virus yang akan menghalanginya, virus cinta. Entah kenapa sejak bertemu Selma di alun-alun Wendi tidak bisa melupakannya. Meski Wendi menyadari dirinya yang tidak mungkin disukai Selma, tapi ia tak dapat memungkiri keinginan besarnya. Yaitu memacari Selma, anak kelas 11 yang cantiknya luar biasa. Menurut daftar s
BERPETUALANG KE KOTA Cerpen Anak Oleh Marjan Fariq Aku membuka celengan yang sudah satu tahun diisi. Bersama adikku, kami menghitung uang recehan yang banyak sekali. Setelah dihitung, sepertinya jumlahnya cukup untuk jalan-jalan yang telah aku rencanakan. Aku menyuruh adikku menukar uang recehan pada Bu Mimin pemilik warung di depan rumahku. Tanpa sepengetahuan ayah dan ibu, kami pergi ke kota naik kendaraan umum. Adikku yang masih kelas 1 SD merasa senang karena aku mengajaknya jalan-jalan. “Kak, memangnya kita mau kemana?” Tanya adikku. “Ada deh… pokoknya seru. Tapi awas jangan bilang-bilang ibu nanti!” Jawabku masih merahasiakan tujuanku. “Sudah jauh kok belum turun sih kak?” Tanya adikku lagi. “Tenang aja, sebentar lagi sampai.” Jawabku asal, padahal perjalanan masih jauh dan harus ganti kendaraan umum. Adikku yang bernama Kamil terdiam. Kini ia asik melihat-lihat ke pemandangan kota Tasikmalaya yang banya