NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN

NASKAH DRAMA

LUMPUR KEMISKINAN

(disadur dari cerpen “Gerobak” karya Seno Gumira Adjidarma)




 

 Oleh:

  Marjan Fariq
  NIM: 2222081268








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2012

LUMPUR KEMISKINAN
Naskah Drama disadur dari cerpen “Gerobak” karya Seno Gumira Adjidarma
SEBUAH GEROBAK TERLETAK DI TENGAH-TENGAH PANGGUNG. TIBA-TIBA TERLIHAT KEPALA DARI DALAMNYA. ADA DUA ORANG ANAK, SEORANG IBU DAN SATU LELAKI KEKAR. LELAKI KEKAR ITU MULAI MENDORONG GEROBAK BERPUTAR-PUTAR DI ATAS PANGGUNG SEMENTARA IBU DAN DUA ANAKNYA MENUMPANG DI DALAM GEROBAK. TIDAK LAMA, DATANG DUA GEROBAK LAINNYA MENGEKOR DI BELAKANG. KETIGA GEROBAK ITU BERPUTAR-PUTAR LALU BERHENTI. MEREKA SEMUA KELUAR DARI GEROBAK, KEMUDIAN MENGGELAR TIKAR DAN MEMBANGUN TENDA DARI TERPAL BEKAS. SETELAH ITU, CUCU DAN KAKEK MEMASUKI PANGGUNG TAPI CUKUP JAUH DARI ORANG-ORANG GEROBAK.  
Cucu      : Kakek, lihat itu! (menunjuk ke orang-orang gerobak)
Kakek    : Uuh mereka lagi (menggerutu)
Cucu      : Kakek, siapakah orang-orang yang datang dengan gerobak itu Kek? Dari manakah mereka datang?
Kakek    : (menghela napas) Oh, mereka selalu datang selama bulan puasa, dan nanti menghilang setelah Lebaran. Mereka datang dari Negeri Kemiskinan.
Cucu      : Negeri Kemiskinan?
Kakek    : Ya, mereka datang untuk mengemis.
Kakek meninggalkan panggung. Cucu menghampiri orang-orang gerobak.
Cucu      : Bolehkah aku ikut bermain?
Anak1   : Jangan, nanti kakekmu marah.
Anak2   : Iya nanti kakekmu marah.
Anak3   : Iya nanti kakekmu marah.
Anak4 mau ikut berbicara tapi dipotong oleh Radit (Cucu)
Radit      : Iya nanti kakekku marah. (anak4 melongo). Memangnya kalian kenal siapa kakekku?
Anak2   : Tiap tahun kami ke sini. Jadi kami tahu siapa kakekmu.
Kakek tiba-tiba datang menemui Radit.
Kakek    : Nak, ayo ikut kakek pulang! (menarik lengan Radit)
Radit dan Kakek berjalan menjauhi orang-orang gerobak.
Kakek    : Jangan sekali-sekali mendekati kere-kere itu, kita tidak pernah tahu apa yang mereka pikirkan tentang kita.
Radit      : Apa yang mereka pikirkan Kek?
Kakek    : Coba saja kamu setiap hari hidup di dalam gerobak di luar sana. Apa yang akan kamu pikir jika dari kegelapan melihat lampu-lampu kristal di balik jendela, dalam kerumunan nyamuk yang berdenging-denging melihat anak kecil berbaju bersih makan es buah dan pudding warna-warni waktu berbuka puasa?
Radit      : Apakah mereka mau menculik aku Kek?
Kakek    : Itu bisa saja terjadi Nak. Mereka bisa merebut makananmu atau mengerjaimu karena iri. Pokoknya kamu jangan main lagi sama mereka!
Radit      : Iya Kek. Tapi Adit mau tanya Kek.
Kakek    : Apa Nak?
Radit      : Dimanakah letak negeri kemiskinan itu?
Kakek    : Kakek tidak tahu, tapi yang pasti tidak akan jauh. Bukankah gerobak itu dihela oleh orang yang berjalan kaki?
Radit      : Apa mereka benar mengemis Kek? Adit lihat tidak ada orang yang menengadahkan tangan dan memasang wajah iba.
Sebelum Kakek menjawab tiba-tiba lampu di tempat kakek mati. Tinggal lampu di tempat orang-orang gerobak. Telah datang lagi dua gerobak dan dua keluarga yang berbeda. Lalu Nenek menghampiri mereka sambil membawa rantang makanan. Anak-anak bersorak.
Lelaki1  : Terimakasih Nek atas perhatiannya. Tapi Nek, orang-orang di sini semakin hari semakin bertambah. Hari ini saja ada dua gerobak yang baru tiba.
Nenek  : Oh begitu ya. Kalian tenang saja, sudah sewajarnya kami yang berkelebihan memberikan sedikit rezekinya sama kalian.
Lelaki2  : (tersenyum) betul nek. Memang itu sudah menjadi hak kami.
Ibu1       : Kami hanya datang satu tahun sekali, ini pun hanya di bulan Ramadhan saja. Jadi, jangan merasa terbebani lah Nek.
Nenek  : Tidak-tidak, nenek bahkan senang bisa membantu kalian.
Ibu2       : Ya sudah. Nenek cepat tinggalkan tempat ini. Saya harus buru-buru menghabiskan makanannya sebab sudah ingin cepat tiduran, nanti rantangnya nenek bawa sambil mengantar makanan untuk sahur.
Nenek pergi keluar dari panggung. Lalu datang pembantu kakek membawa kolak.
Lelaki2  : kamu kenapa telat hah? Harusnya kamu itu datang lebih dulu sebelum nenek. Biasanya juga makan kolak itu kan lebih dahulu dari makan nasi.
Pembantu: Maaf, tadi saya harus melayani kakek dulu.
Lelaki2  : Pemilik rumah lain tidak pernah terjadi keterlambatan seperti ini. Mereka selalu mengutamakan orang-orang miskin seperti kami. Lain kali jangan telat. Sana pergi!
Pembantu meninggalkan panggung menuju tempat kakek yang masih gelap. Lalu lampu di tempat orang-orang gerobak padam dan lampu di tempat kakek menyala. Tidak ada Radit di sana, yang ada hanyalah Kakek dan Nenek. Beberapa tetangga datang bersama pembantu.
Pembantu: Tuan, mereka sungguh keterlaluan, masa mereka merasa berhak menerima makanan-makanan dari Tuan. Mereka bahkan marah-marah pada saya karena telat memberi makanan. Padahal kan saya  harus menyiapkan hidangan buka puasa buat tuan.
Kakek    : Tenang saja, sehabis Lebaran mereka akan menghilang, biasanya kan begitu.
Pembantu: Tapi kali ini banyak sekali, mereka seperti mengalir tidak ada habisnya.
Kakek    : Ya, tapi kapan mereka tidak kembali ke tempat asal mereka? Mereka selalu menghilang sehabis Lebaran, pulang ke Negeri Kemiskinan.
Tetangga1: Kami harap mereka cepat pulang. Tapi kenapa kita harus rela melakukan ini.
Kakek    : Oh, ini bukan masalah rela atau tidak rela. Orang yang berkelebihan memang tidak boleh membiarkan orang-orang kelaparan, apalagi itu di depan mata kita. Bisa dibilang, itu memang sudah kewajiban, meskipun mereka yang diberi terkadang tidak tahu diri.
Nenek  : Betul Jeng, saya saja dianggap pembantu sama mereka. Tapi kita harus sabarlah Jeng.
Kakek    : Orang miskin ini memang cenderung egois. Mereka merasa paling benar. Mereka merasa berhak menerima pemberian dari kita. Lihat saja, mereka seenaknya membangun tenda-tenda di depan rumah kita. Bahkan, sering kali saya susah mengeluarkan mobil dari garasi. Tapi ini tidak boleh jadi alasan kita membalas perbuatan mereka. Orang-orang sukses tidak pernah memiliki rasa dendam.
Lampu seluruhnya padam. Termasuk lampu di bangku penonton. Terdengar suara takbiran pertanda hari lebaran sudah tiba. Tiba-tiba lampu menyala dan panggung dipenuhi gerobak termasuk di tempat kakek. Orang-orang gerobak yang dekil menduduki rumah kakek. Tapi di samping mereka ada Radit, Nenek dan Kakek. Hanya pembicaraan mereka yang terdengar.

Radit      : Mereka masih di sini Kek, padahal hari Lebaran sudah berlalu.
Kakek    : (menghela napas) Mereka memang tidak bisa pulang ke mana-mana lagi sekarang.
Radit      : Bukankah mereka bisa pulang kembali ke Negeri Kemiskinan?
Kakek    : Ya, tetapi Negeri Kemiskinan sudah terendam lumpur sekarang, dan tidak ada kepastian kapan banjir lumpur itu akan selesai.
Kakek    : (kepada nenek) Bagaimana nasib cucu-cucu kita nanti. Apakah mereka harus berbagi tempat tinggal dengan kere unyik itu?
Nenek  : Siapa pula suruh merendam negeri mereka dengan lumpur. Kita harus menerima segala akibat perbuatan kita. Heran, kenapa manusia tidak pernah cukup puas dengan apa yang sudah mereka miliki.
Kakek, Radit dan Nenek menengadah ke atas. Orang-orang gerobak mengikuti tingkah mereka. Lalu lampu panggung padam perlahan.



-#-



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DRAMA “MONUMEN” KARYA INDRA TRANGGONO

UNSUR INTRINSIK DRAMA IBLIS KARYA MOHAMMAD DIPONEGORO