WARUNG “PENAJEM” 2
(Lanjutan cerpen Warung “Penajem” karya Ahmad Tohari)
Cerpen oleh: Marjan Fariq
Seperti biasa, Kartawi kembali melamun di bawah pohon johar. Ia masih
memikirkan permasalahan rumah tangganya. Meskipun Jum tidak menanyakan ihwal
kepergiannya beberapa hari ini, tapi Kartawi malah merasa bersalah karena telah
membalas perlakuan Jum. Ketika Kartawi hampir tertidur karena asik dengan
keteduhan yang diberikan pohon johar, Rusmini datang membawakan rantang nasi.
“Ini pak.” Kata Rusmini sambil menyodorkan rantangnya.
Kartawi menerima rantang nasi itu. Rus yang masih kecil pamit karena
ingin bermain dengan teman-temannya. Ditatapnya nasi dan lauk pauk buatan Jum
dengan lekat. Tidak biasanya Jum menyiapkan makanan sebelum dirinya pulang.
Tapi jujur, makanan itu sunggung mengundang selera Kartawi yang memang lapar
setelah lelah menanam palawija. Ada dua potong goreng tempe, sepotong tahu dan
tumis kanggung yang ditempeli beberapa irisan cabai. Di rantang satunya, nasi
putih yang masih mengepulkan uap membuat mulut Kartawi tidak sabar melahapnya. Dalam
beberapa menit saja seluruh makanan itu telah habis diludas mulut petani muda
itu.
Malamnya, Kartawi menemui Jum yang sudah menunggunya di kamar. Seperti
malam pertama, Kartawi merasakan daya tarik Jum meskipun Jum hanya duduk
berselonjoran di atas kasur. Rusmini dan adiknya telah tidur pulas. Dua cecak
di kamar suami istri itu buru-buru keluar seolah tidak mau menonton
pertunjukan. Tapi serangga-serangga di sekeliling rumah Jum bersahutan memecah
kebisuan malam.
“Kang, saya minta maaf sama akang. Saya menyesal kang, sungguh.” Ucap Jum
lirih.
“ssst, sudahlah.” Kartawi buru-buru menyelesaikan pembicaraan. Rasanya
sudah tidak perlu lagi baginya untuk membahas persoalan itu. Padahal pikirannya
selalu ruwet seperti dijejali jerami kering saat memikirkan penajem yang diberikan Jum pada Pak
Koyor. Jum pun tidak berminat meneruskan pembicaraannya, meskipun sebenarnya ia
ingin menanyakan kebenaran dari cerita-cerita tetangga ihwal kepergian Kartawi
beberapa hari lalu.
Namun, semakin rasa penasaran Jum itu dikubur dalam-dalam, Jum semakin
ingin membuktikan ocehan tetangga-tetangga itu dengan menanyakannya pada
Kartawi. Seolah-olah, Jum sedang menanam benih palawija yang akan menyeruak
tumbuh ke permukaan. Jum sadar, pikiran-pikiran ini tidak bisa dikubur begitu
saja. Itu adalah pikiran buruk yang hanya akan mengganggu konsentrasinya. Jika
tidak diselesaikan, ia tak akan konsentrasi lagi memikirkan warungnya.
Jum telah memutuskan menemui Pak Koyor lagi. Ia tidak boleh membiarkan
warungnya berantakan hanya karena memikirkan kecurigaannya. Pak Koyor telah
sangat dipercayai kesaktiannya. Penajemnya
terbukti memajukan warung impiannya. Apalagi sekedar mengetahui tingkah
suaminya beberapa hari lalu, Pak Koyor pasti dapat menerawangnya.
“Suamimu sudah jajan di desa sebelah, tepatnya di warung remang-remang
milik Madrun.” Kata Pak Koyor setelah menerawang melalui air dari tujuh sumur
yang ditempatkan di baskon merah sambil membaca beberapa mantra andalannya.
Jum tidak sanggup untuk menahan tangis. Ia terkejut mendengar kepastian
itu dari Pak Koyor. Tiba-tiba diserakkannya alat-alat perdukunan milik Pak
Koyor. Matanya memerah. Pak Koyor yakin Jum telah dirasuki Mbah Rustam. Segera
saja ia membacakan mantra jitunya untuk menenangkan Jum yang kesurupan. Setelah
Jum melemah dan tidak sadarkan diri, Pak Koyor membopongnya ke kamar mistisnya
untuk menikmati penajem kedua dari
Jum.
Kartawi merasa heran karena warung Jum dijaga Rusmini, anaknya. Buru-buru
saja ia meletakkan cangkulnya dan menemui Rusmini.
“Ibumu kemana?” Tanya Kartawi menyelidik.
“Ibu dari tadi pergi pak. Katanya mau mengambil beras dari Haji Jafar yang
baru panen kemarin.” Jawab Rusmini menyampaikan pesan ibunya.
Tetapi Kartawi tidak percaya dengan ucapan anaknya. Dilihatnya beberapa
karung beras masih menumpuk di warung Jum. Dorongan untuk membuktikan ketidak
percayaannya menyeruak. Dilangkahkan dua kakinya yang tidak menggunakan alas
menuju rumah Haji Jafar. Sesuai dugaannya, Jum tidak sedang berada di sana.
Seperti mendapatkan bisikan, tiba-tiba Kartawi merasa yakin Jum menemui dukun
cabul itu.
Segera saja Kartawi menuju kediaman Pak Koyor dengan menggunakan ojek.
Kalau dugaannya benar, ingin rasanya ia membunuh dukun cabul itu sebelum
menceraikan istrinya. Tapi Pak Koyor bukanlah lawan yang enteng bagi Kartawi.
Sebelum kedatangannya, dukun sakti itu telah mengetahui akan datangnya Kartawi
meski ia belum pernah bertemu langsung. Disuruhnya Jum untuk pulang, padahal ia
baru sadar. Jum tidak bisa melawan titah Pak Koyor, ia buru-buru pulang dari
kediaman dukun kebanggaannya itu.
Di perjalanan, Jum dan Kartawi bertemu. Terik matahari seperti membakar
amarah mereka. Jum marah karena mengetahui Kartawi selingkuh dengan sengaja,
dan Kartawi pun marah karena Jum mengulangi kesalahannya menemui Pak Koyor. Adu
mulut tidak bisa dihindari lagi.
“Dasar jalang, katanya kamu menyesal, tapi mengapa kamu masih saja
menemui dukun cabul itu hah?” Tanya Kartawi berang.
“Akang yang nggak eling. Bisa-bisanya menuduh saya jalang, akang sendiri
pergi menemui lonte-lonte milik Madrun!” Balas Jum tidak kalah berang. Kartawi
cukup kaget istrinya mengetahui kelakuannya itu.
“Akang melakukannya disaat akang stress karena ulah kamu yang sialan itu.
Tapi kamu malah ketagihan sama dukun cabul itu. Kamu benar-benar jahanam.”
Ojek Kartawi dan ojek Jum tidak
bisa ikut campur dengan perkelahian suami istri itu. Mereka meninggalkan lokasi
perkelahian sambil sepakat menagih
ongkosnya nanti saja. Sementara Jum dan Kartawi mulai mengendurkan amarahnya.
“Kang, saya sadar akan kesalahan
saya. Saya baru merasakan betapa cemburunya saya mengetahui akang memberikan
milik akang pada orang lain. Tapi sebenarnya akang tidak ingin kehilangan Jum
kan?” Tanya Jum lemah.
“Benar Jum. Tidak seharusnya
kita seperti ini. Bukankah danau itu tempat kita bermain dulu?” Kata Kartawi
sambil menunjuk danau yang tinggal sedikit airnya karena disusut kemarau. Jum
hanya tersenyum.
Mereka berjalan menuju danau
kering di batas desa. Kartawi dan Jum duduk di saung yang beratapkan jerami.
Seperti sepasang merpati yang asik berterbangan di sekitar danau, Kartawi dan
Jum tampak akrab bercengkrama. Disitulah tempat dulu Jum mengutarakan
mimpi-mimpinya. Memiliki warung, rumah tembok, televisi dan sepeda motor. Saat
ini Jum dan Kartawi sepakat melupakan kejadian buruk yang terjadi. Hanya saja,
Jum belum sempat mengakui penajem keduanya
yang diberikan lagi pada Pak Koyor. ***
Komentar
Posting Komentar