Hubungan Membaca dengan Menyimak
HUBUNGAN MEMBACA DENGAN MENYIMAK
Oleh: Mr Marjan
A. Hubungan Membaca dengan Menyimak
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan (1994:2) menuliskan hubungan penting antara membaca dan menyimak antara lain:
1. Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh sang guru melalui bahasa lisan.
2. menyimak merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning) selama tahun-tahun permulaan di sekolah.
3. kosa kata atau perbendaharaan kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam belajar membaca secara baik.
4. menyimak turut membantu sang anak untuk menangkap ide utama yang diajukan oleh pembicara; bagi pelajar yang lebih tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak dan pemahaman informasi yang terperinci.
Membaca tanpa menyimak apa yang dibaca. Itulah yang kebanyakan yang dilakukan oleh orang. Pernah membaca paragraf yang sama sampai tiga kali diulang? Atau sudah selesai di paragraf terakhir tanpa tahu apa yang baru saja kita baca? Itulah yang disebut dengan membaca tanpa menyimak. Ini sama saja dengan mengendarai mobil berkilo-kilo meter tanpa ingat bagaimana kita mencapai jarak sejauh itu. Hal seperti itu sudah cukup biasa terjadi pada banyak orang.
Suatu studi dilakukan ilmuwan asal University of Pittsburgh dan University of British Columbia untuk mempelajari kebiasaan buruk tersebut. Mereka melakukan serangkaian eksperimen terhadap sejumlah pembaca. Pembaca dengan kebiasaan kurang menyimak diketahui cenderung memiliki hasil buruk saat mengikuti tes komprehensif. Mereka dalam kondisi yang disebut dengan "zooning out" atau keluar dari zona yang seharusnya diperhatikan. Faktor penyebabnya cukup banyak, salah satunya adalah kemajemukan teks atau tugas.
Hasil studi ini menginspirasi ilmuwan untuk melakukan riset lebih jauh mengapa "zooning out" terjadi dan bagaimana menghentikannya. Masalah ketidakseriusan membaca ini selintas terdengar sepele sekali.
Dan akibatnya cukup fatal. Ada banyak keputusan yang dibuat salah sebagai imbas dari aktivitas membaca yang tidak diikuti menyimak konten bacaan dengan baik. Bayangkan kalau Anda seorang presiden dan membaca keputusan hukum tanpa menyimak saksama. Atau seorang dosen mengajarkan hal salah ke mahasiswanya hanya karena membaca tanpa menyimak dengan baik.
Kebiasaan membaca tanpa menyimak dengan baik banyak dilakukan orang.
Mata kita selalu membaca kata per kata, tapi pikiran kita kadang melayang entah kemana. Ada yang merasa lapar, haus, lelah, sehingga berpikir banyak hal dilakukan nanti.
B. Hubungan Membaca dengan Menulis
1. Gaya Tulisan Berasal dari Membaca
Riset dengan jelas menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca. Untuk lebih tepatnya, kita memperoleh gaya tulisan, bahasa khusus penulisan, dengan membaca. Kita sudah melihat banyak bukti yang menegaskan hal ini: Anak-anak yang berpartisipasi dalam program membaca-bebas, menulis dengan lebih baik dan mereka yang melaporkan bahwa semakin banyak mereka membaca semakin baik tulisannya
Ada alasan lain untuk memperkirakan bahwa gaya penulisan berasal dari membaca. "Argumen kompleksitas" berlaku pula untuk penulisan: Semua cara di mana bahasa tertulis "resmi" berbeda dengan bahasa yang lebih informal terlalu rumit untuk dipelajari satu per satu. Bahkan walau pembaca mengenali tulisan yang baik, para peneliti tidak berhasil menjabarkan secara lengkap tentang apa persisnya yang membuat tulisan yang "bagus" itu bagus. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengatakan gaya penulisan tidak dipelajari secara sadar, melainkan umumnya diserap, atau secara tidak sadar diperoleh, lewat membaca.
Hunting (1967) memaparkan riset untuk disertasi (tidak dipublikasikan) yang menunjukkan bahwa kuantitas tulisan tidak berkaitan dengan kualitas tulisan. Banyak sekali kajian yang menunjukkan bahwa meningkatnya kuantitas tulisan tidak mempengaruhi kualitas tulisan. Nah, tentang gaya tulisan berasal dari membaca bukan dari menulis, sejalan dengan yang diketahui tentang kemahiran berbahasa: Kemahiran berbahasa diperoleh melalui masukan (input), bukan keluaran (output), dari pemahaman, bukan hasil. Dengan demikian, jika Anda menulis satu halaman sehari, gaya tulisan Anda tidak akan meningkat. Akan tetapi, hal baik lain bisa dihasilkan dari tulisan Anda, sebagaimana yang akan kita lihat dalam pembahasan berikut.
2. Beberapa Pendapat Mengenai Hubungan Membaca dengan Menulis
Berikut ini adalah beberapa pendapat orang-orang yang sering menulis di blog mengenai hubungan membaca dengan menulis.
Apabila banyak membaca maka kalau kita membuat suatu tulisan maka akan dengan mudah untuk mengembangkan suatu tulisan. menulis suatu tulisan lebih baiknya diawali dengan membaca terlebih dahulu. (Hakim, 2008).
Semakin banyak membaca semakin lancar pula menulis. (Nita, 2008).
Membaca akan menjadikan kita punya bahan untuk nulis. (Sholeh, 2008) .
Harus seimbang antara membaca dan menulis, artinya, kita jangan hanya membaca saja tapi juga sebaiknya menghasilkan sebuah karya dalam bentuk tulisan. (Finazli, 2008)
Jika anda ingin menjadi penulis–atau setidaknya mampu menulis dengan baik dan kreatif–yang harus Anda lakukan hanyalah dua hal : banyak membaca dan banyak menulis. Tak ada yang lain. (Irfani, 2008)
C. Hubungan Membaca dengan Berbicara
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan (1994:2) menuliskan hubungan penting antara membaca dan berbicara antara lain:
1. performasi membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
2. kalau, pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka, misalnya: kesadaran linguistic mereka terhadap istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan efektif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.
3. kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andaikata muncul kata-kata baru dalam buku bacaan/buku pegangan murid, maka sang guru hendaknya mendiskusikannya dengan murid sehingga mereka mnemahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.
Membaca artinya adalah menggerakkan dan mengaktifkan fungsi indera informasi yang terdapat pada tubuh manusia yaitu mata dan telinga. Desain bentuk manusia yang diciptakan oleh Tuhan, menempatkan mata dan telinga sebagai pintu masuk informasi yang diperlukan oleh otak supaya bisa memberikan intruksi kepada syaraf tubuh untuk menggerakkan indera yang lain.
Berbicara artinya proses dimana otak memberikan intruksi kepada syaraf bicara untuk mengulang informasi yang telah didapat melalui mata dan telinga agar dapat bebentuk suara dan dapat ditangkap oleh orang lain sebagai informasi. Proses berbicara harus didahului dengan proses membaca dan ini akan terus terjadi secara berulang-ulang.
Kemampuan dan kemauan membaca mutlak diperlukan oleh semua individu yang memikirkan peningkatan kemampuan diri dengan terus menerus tanpa mengenal batas waktu, baik dalam memulainya ataupun dalam mengakhirinya. Berfikir terlambat untuk memulai belajar membaca adalah hal yang tidak seharusnya ditanamkan pada diri sendiri karena hal itu akan menyebabkan sebuah rasa rendah diri muncul ketika berada pada sebuah lingkungan yang dipenuhi dengan orang-orang yang berwawasan.
Berbeda dengan membaca, kemampuan berbicara memerlukan suatu kondisi yang sangat mendukung dalam pelaksanaannya. Untuk menunjukkan kemampuan berbicara dan mengemukakan pendapat diperlukan latihan yang terarah serta materi yang memadai. Kemampuan berbicara seseorang juga tidak terus menerus digunakan dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendapatkan kemampuan berbicara yang memadai, umumnya seseorang harus terbiasa dahulu dengan sebuah lingkungan yang memiliki aturan yang kuat secara hierarki. Lingkungan tersebut dapat berupa organisasi massa atau lingkungan kerja.
Kemampuan membaca harus dijalankan terlebih dahulu sebelum kemampuan berbicara dimiliki. Kemampuan membaca ini akan menciptakan daya pikir yang menyukai analisa atas sebab suatu hal. Peningkatan daya pikir yang memperkuat analisa akan membuat kemampuan berbicara jauh lebih baik meskipun seseorang tidaklah rutin melatih kemampuan berbicaranya. Kemampuan berbicara tidaklah selalu dijadikan indikator dari tingkat intelegensi seseorang karena mengarang kata-kata bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dilakukan. Sebaliknya kemampuan membaca bisa dijadikan indikator kekuatan intelegensi seseorang karena melatih kemampuan membaca butuh usaha keras dan konsistensi seumur hidup.
D. Aktivitas dalam Membaca
Terkait dengan aktivitas membaca, terdapat paling tidak dua jenis motivasi yang memicu seseorang itu untuk membaca.Pertama, motivasi internal. Seseorang membaca karena didorong oleh keinginan, hasrat untuk mengetahui, —dan mungkin juga— menguasai sesuatu hal. Jelas, dorongan untuk membaca ini timbul dari dalam diri pembaca itu sendiri. Ia membaca atas kesadaran diri sendiri, bukan karena pengaruh atau paksaan dari luar.
Kedua, motivasi eksternal. Dalam hal ini, seseorang melakukan kegiatan membaca supaya dirinya mendapatkan suatu reward. Misalkan, seorang mahasiswa yang membaca buku semalam suntuk demi bisa mendapatkan nilai yang baik pada ujian esok harinya. Pada konteks ini, dorongan untuk membaca muncul karena pengaruh dari luar diri yang bersangkutan.
Terlepas dari motivasi apa yang dimiliki seseorang untuk membaca, idealnya kegiatan membaca memang harus senantiasa dilakukan di mana pun dan kapan pun. Namun demikian, motivasi saja masih belum cukup untuk menjamin agar kita bisa benar-benar mengerti dan memahami apa yang kita baca. Untuk itu, selain motivasi yang kuat untuk membaca, kita pun perlu mengetahui teknik-teknik membaca yang baik dan efektif.
Dalam karyanya yang bertajuk ”The Brain Worker’s Handbook” (yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”Cara Mudah Menjadi Pemikir Kreatif”), Dr. Kurt Kauffmann mengemukakan, sejumlah teknik yang perlu dipraktikkan saat melakukan aktivitas membaca. Pertama, membacalah untuk memperoleh informasi, bukan untuk memperoleh aneka pendapat. Bersikaplah kritis. Mengapa? Karena Anda, sudah tentu tidak ingin menjadi orang yang cuma membeo. Sangat banyak orang yang membaca sesuatu dan lantas mempercayai begitu saja apa yang dia baca.
Tidak sedikit orang yang membaca demi hanya mendukung pendapat yang telah dianutnya. Pembaca yang demikian tidak mau berpikir lagi dan percaya pada apa yang dibacanya begitu saja. Kedua, hendaknya Anda membolak-balik terlebih dahulu buku yang akan Anda baca sebelum Anda memutuskan membaca buku tersebut hingga tuntas.
Pertimbangkan apakah buku itu bermanfaat atau tidak bagi Anda. Cermatilah apakah makna buku tersebut bagi Anda. Lakukan hal yang sama pula saat Anda akan membaca koran atau majalah. Ketiga, jika Anda membaca buku ilmiah, Anda harus membacanya dengan pikiran yang objektif. Akan tetapi, jika Anda membaca buku yang mengemukakan suatu pendapat atau propaganda, Anda harus membaca buku itu dengan kritis.
Dalam konteks ini, Anda harus menempatkan diri Anda laksana seorang hakim. Dengan demikian, Anda harus menjadi orang yang tidak gampang percaya begitu saja. Keempat, buatlah tanda-tanda khusus pada bagian-bagian penting dalam setiap bahan bacaan yang Anda baca. Tanda-tanda khusus itu bisa berupa tanda silang yang mencolok pada tepi kiri bagian yang Anda baca, bisa juga berupa garis bawah pada bagian-bagian penting bahan yang Anda baca.
Kelima, buatlah ringkasan atau ikhtisar dari setiap pokok persoalan yang Anda baca. Ringkasan atau ikhtisar itu bisa Anda tulis dalam sehelaikartu atau dalam buku catatan khusus. Bila kelima teknik yang disodorkan oleh Dr. Kurt Kauffmann tersebut berhasil Anda praktikkan pada saat membaca, insya Allah Anda akan mampu membaca dengan baik. Banyak atau sedikit? Dimuka telah disebutkan bahwa idealnya kegiatan membaca itu sebaiknya dilakukan di mana pun dan kapan pun.
Persoalannya, seberapa banyak kita harus membaca? Banyak atau sedikit bukan merupakan hal yang terpenting dalam soal ini. Hal yang utama dalam membaca adalah yang menyangkut keefektifan dan keefisienan. Membaca sedikit tetapi efektif dan efisien jauh lebih baik dibandingkan dengan membaca banyak tetapi justru tidak efektif dan efisien.Sementara kalangan menilai, kegiatan membaca sendiri merupakan sebuah pekerjaan mental yang melelahkan otak.
Karenanya, kegiatan membaca seyogyanya dianggap sebagai sebuah pekerjaan serius dalam arti yang sesungguhnya dan bukannya sebagai sebuah kegiatan rekreatif yang bisa dilakukan sambil lalu dan asal-asalan.Nah, sebagai sebuah pekerjaan serius, sudah barang tentu, kegiatan membaca ini memerlukan konsentrasi penuh serta menuntut kesiapan mental dan fisik dari mereka yang melakukannya. Jadi, senantiasalah menyiapkan mental dan fisik Anda sebelum membaca sehingga Anda mampu memahami apa yang Anda baca dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hernowo. (2003). Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis. Bandung: MLC
Subinarto, Djoko. (2007). Membaca, Aktivitas Serius Yang Menyenangkan. online: http//www.percikan-iman.com
Tarigan, HG. (1994). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Bebahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
Komentar
Posting Komentar