Apresiasi Prosa Fiksi

APRESIASI NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN
Novel karya: Pramoedya Ananta Toer

Di awal cerita, Pram menggambarkan tokoh utama sebagai seorang yang terjajah. ia adalah Ranta, sosok berperawakan gagah namun hanya menjadi buruh miskin. Ranta memiliki urusan yang cukup serius dengan Musa. Musa adalah seorang yang hidup makmur dari penderitaan orang lain. Termasuk Ranta. Ia biasa menyuruh Ranta untuk mengerjakan kemauannya, dan Ranta tidak berdaya untuk menolak. Suatu hari Ranta disuruh Musa mencuri bibit karet dan teh dari perkebunan dengan upah seringgit. Ranta dapat melaksanakannya, akan tetapi Musa tidak memberi Ranta upah tambahan. Tentu saja Ranta semakin tidak suka pada Musa.
Secara psikologis, saya sedikit mendapat tekanan batin merasakan harga diri yang terjajah. Sepanjang membaca cerita penindasan ini, saya selalu ingin cepat-cepat membalas perbuatan Musa. Ini tidak adil jika dibiarkan. Dan Pram cukup cerdas memahami keinginan pembaca novelnya ini. Karena akhirnya Ranta melawan penindasan Musa. Dan menariknya, Musa benar-benar takut dengan pemberontakan Ranta. Ia lari sampai-sampai tas dan tongkatnya tertinggal. Lalu menyuruh orang lain untuk membunuh Ranta.
Ternyata setelah melawan Musa, tergambar juga kecerdasan Ranta. Ia tahu harus bagaimana menghadapi Musa. Tentunya ini merupakan masalah bagi Musa. Sebab, Ranta menyerahkan tas Musa pada Komandan. Dari sinilah mulai terkuak siapa sebenarnya Musa. Ternyata Musa adalah seorang gerombolan. Komandan dapat memastikannya setelah menemui Musa di rumahnya. Nyonya Musa yang sedang bertengkar dengan Musa semakin marah setelah tahu siapa sebenarnya suaminya itu, sebab orangtuanya dibunuh oleh gerombolan. Ternyata selain kejam pada orang lain, Musa juga tega membohongi istrinya selama ini.
Dengan strategi memancing gerombolan lainnya, Komandan dapat dengan mudah menangkap Musa dan yang lainnya. Akan tetapi perjuangan melawan gerombolan belumlah usai. Ranta akhirnya dijadikan lurah sementara oleh komandan.
Di lain hari komandan menemui Ranta untuk membahas ancaman yang datang dari gerombolan si Oneng. Ranta siap mengerahkan pemuda untuk melawan gerombolan ini. Hingga suatu malam, terjadi tembak-menembak. Namun akhirnya, komandan dan Ranta berhasil mengalahkan gerombolan.
Itu adalah akhir dari perjuangan Ranta dan yang lainnya melawan gerombolan. Namun perjuangan belum usai. Banyak yang harus dilakukan waktu itu. Sehingga kemudian penduduk desa dengan tentara bergotong royong membangun sekolah. Banyak dialog mengenai persoalan masyarakat di sini. Sampai-sampai terjadi kesepakatan untuk memajukan pertanian dan transportasi. Nyonya Musa yang tadinya hendak balik ke kampungnyapun bertekad untuk mengajar di desa itu. Cerita akhir novel ini menggambarkan kebulatan tekad masyarakat untuk bersama-sama memajukan desa.
Bagian akhir ini benar-benar melukiskan masyarakat impian Pramoedya. Atau bahkan masyarakat impian semua orang. Sebab tergambar masyarakat yang demokratis dan terbuka. Ada keterbukaan untuk menyalurkan aspirasi. Dan pemerintah yang berkuasa mampu menyaring aspirasi masyarakatnya.
Kalau memungkinkan saya dapat membandingkan novel ini dengan cerita-cerita yang ada di kampung saya di Tasikmalaya pada waktu yang mungkin sama dengan waktu yang diceritakan di novel. Cerita dahulu di lingkungan tempat tinggal saya sekarang adalah kisah nyata tentang pembakaran rumah-rumah penduduk yang dilakukan gerombolan. Hanya saja kisah-kisah nyata di kampung saya itu tidak dibukukan apalagi dinovelkan. Namun hal ini dapat menunjukkan bahwa, novel yang disajikan Pramoedya mewakili kisah-kisah kegetiran masyarakat akibat ulah gerombolan
Terlepas dari maksud Pramoedya sendiri, saya lebih cenderung menikmati novel ini. Dalam novel ini, banyak metafor yang dilakukan Pram. Ia mendeskripsikan sifat manusia ke personifikasi hewan. Dan ini cukup unik. Juga, seperti karya-karya lain dari Pramoedya, novel ini tetap dapat menyalurkan aspirasi Pram yang bisa dikatakan humanis, yakni menaruh berat pada masalah kemanusiaa dan keadilan. Sebab inilah latar belakang dari biografi pengarang.
Hal yang menarik lainnya adalah. Terciptanya emosi yang saya rasa akan ada pada setiap pembaca novel ini. Dan emosi itu adalah rasa marah, sakit hati, penasaran, kegembiraan/kebahagiaan dan yang lainnya. Sedangkan amanat dalam novel ini pun cukup idealis. Pentingnya gotong royong mungkin jadi satu-satunya yang paling menonjol dalam novel ini.
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DRAMA “MONUMEN” KARYA INDRA TRANGGONO

UNSUR INTRINSIK DRAMA IBLIS KARYA MOHAMMAD DIPONEGORO