IHWAL SINTAKSIS (AWAL)

 
A.     PENGERTIAN KATA, KOSAKATA, ISTILAH, DAN LEKSIKON
1.      Kata
Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sansekerta kathā. Dalam bahasa Sansekerta, kathā sebenarnya bermakna "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng". Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".
Menurut Bloomfield (dalam Chaer 1994:163), kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).
Menurut Abdul Chaer (2009: 37), secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar (yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan morfem) melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis kata, khususnya yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan ajektifa) dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:633), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Kata juga merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal (missal batu, rumah, datang) atau gabungan morfem  (missal pejuang, pancasila, mahakuasa).
Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks.
2.      Kosakata
Harimurti Kridalaksana (1984: 110) menyatakan bahwa kosakata adalah kekayaan atau perbendaharaan kata yang dimiliki oleh seseorang. Kekayaan kosakata itu berada dalam ingatannya, yang segera akan menimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca.
Soedjito dalam Tarigan (1994:447) memaparkan bahwa kosakata merupakan: (1) semua kata yang terdapat dalam satu bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara; (3) kata yang dipakai dalam satu bidang ilmu pengetahuan; dan (4) daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis.
Keraf (1991:24) mengemukakan bahwa kosakata atau pembendaharaan kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
3.      Istilah 
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna, konsep proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Pengistilahan adalah proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, maka pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut suatu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan “ketepatan” dan “kecermatan” makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan. Disinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dengan nama sebagai hasil penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama bersifat umum karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Dalam perkembangannya kemudian memang tidak sedikit istilah yang karena frekuensi pemakaiannya tinggi akhirnya menjadi kosa kata bahasa umum seperti akomodasi, fasilitas, kalori, vitamin dan radiasi.
4.      Leksikon
Istilah leksikon berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ‘lexikon’ yang berarti ‘kata’, ‘ucapan’, atau ‘cara berbicara’ (Chaer, 2007:6). Chaer dalam bukunya Leksikologi dan Leksikografi Indonesia menyebutkan bahwa istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep ‘kumpulan leksem’ dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan maupun secara sebagian.

B.      DEFINISI SINTAKSIS
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Menurut  Ramlah (2001:18), istilah sintaksis  ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase.
Archibald A. Hill dalam Alwasilah (1993: 114) menyatakan bahwa sintaksis merupakan studi dan aturan-aturan dari hubungan kata-kata satu sama lainnya sebagai pernyataan gagasan dan sebagai bagian-bagian dari struktur-struktur kalimat; studi dan ilmu bangunan kalimat.
Menurut Gleason (1955), “Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.”
Ramlah (1976:57) menyebutkan sintaksis sebagai bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frasa dan kalimat.
Harimurti Kridalaksana (1993), mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata.
O’ Grady, et. al., (1997) “the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language.”
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan. Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa dan kalimat.

C.      PENGERTIAN, CIRI, DAN JENIS FRASA
1.      Pengertian dan Ciri Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif (Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu kata konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih.
Frasa dibentuk dari dua buah kata atau lebih; dan mengisi salah satu fungsi sintaksis (Chaer, 2009: 39)
2.      Jenis Frasa
a.      Frasa endosentrik atributif
Frase endosentris atributif adalah frase yang terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Oleh karena itu, frase ini tidak mempunyai potensi untuk dihubungkan dengan kata hubung dan atau atau (Oscar, 1993). Menurut Ba’dulu (2005:58), frasa endosentris atributif hanya mengandung satu inti, yang dapat didahului atau diikuti oleh medifikator. Baik inti maupun modifikator dapat terdiri dari salah satu kelas kata, seperti nomina, verba, , numeralia, ajektiva, atau adverbia.
Contoh:
sedang bermain
kamar sempit
dapur kotor
baju baru
sangat bahagia
Contoh lain frase endosentris atributif dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Rumahnya besar sekali
Para pemuda itu akan memancing
Selalu ibu yang disalahkan.
Anak pandai itu diberi hadiah oleh gurunya.
Budi membeli kelereng satu lusin
Kata-kata yang bergaris bawah merupakan satu frase endosentris atributif, sedagkan atribut pada frase-frase di atas ditulis miring.

b.      Frasa endosentrik apositif
Frasa endosenttris apositif merupakan frasa yang berinti dua dan kedua inti itu tidak mempunyai referen yang sama, sehingga kedua inti tersebut tidak dapat dihubungkan oleh konektor (Ba’dulu 2005:59).
Putrayasa (2007:8) menyatakan bahwa hubungan apositif adalah hubungan yang menjelaskan sekaligus dapat berperan sebagai pengganti bagian yang dijelaskan. Oscar (1993) menambahkan bahwa unsur-unsur frase ini tidak  dapat dihubungkan dengan kata dan atau atau dan secara semantis unsur yang satu sama dengan yang lainnya.
Contoh:
Umar, tetangga saya
Bandung, kota kembang
Bapak Muklis, Ketua RT
Indonesia, tanah airku
Kami, orang-orang idealis
Contoh lain frase endosentris apositif dalam kalimat adalah sebagai berikut:

Lutfi, anak Pak Doni itu sedang bermain.
Rudi, anak Pak Hadiman itu sedang menangis.
Si Mira, pelayan seksi itu dimarahi majikannya.
Fuji, gunung tertinggi di Jepang, akan meletus.
Kita, orang awam ini tidak perlu campur tangan urusan politik.

c.       Frasa endosentrik koordinatif
Menurut Oscar (1993), frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang intinya mempunyai referensi yang berbeda-beda. Frase ini terdiri atas unsur-unsur yang setara dan kesetaraannya terlihat dari kemungkinan unsur-unsur tersebut itu dihubungkan oleh kata sambung dan atau atau.
Lebih jelas, Ramlan (1986:147) menyatakan bahwa frase endosentris terdiri atas unsur-unsur yang setara dan kesetaraanya itu dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau.
Contoh:    
Paman bibi                   –    paman dan bibi
rumah pekarangan       –    rumah dan pekarangan
empat lima (hari)          –   empat atau lima (hari)
bekerja atau belajar
pelatihan dan pengembangan
berjalan atau berlari
loncat atau lompat
Contoh lain frase endosentris koordinatif dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Kakek dan nenek sudah lama tidak kami kunjungi.
Harimau, Singa, dan Srigala adalah hewan pemaka daging.
Siapa yang harus pergi, saya atau Anda?
Dalam pembahasan frase ini, Oscar (1993) menambahkan bahwa frase yang tidak menggunakan kata penghubung disebut frase parataktis.
Contoh frase parataktis yaitu, hilir mudik, tutur sapa, putih bersih, anak cucu, ibu bapak, besar kecil, dsb.
d.      Frasa eksosentris
Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya, baik dengan sumbu maupun dengan preposisi. Frase eksosentris mempunyai dua komponen. Komponen yang pertama berupa perangkai dan perangkai itu berwujud preposisi partikel dan komponen kedua berupa sumbu. Frasa yang berperangkai preposisi disebut frasa preposisional atau frasa eksosentris direktif. Sedangkan frasa yang berperangkai lain disebut frasa eksosentris nondirektif.
1)      Frasa eksosentris direktif
Contoh frasa preposisioanal adalah dengan baik, sejak kemarin, demi waktu, bagai pinang dibelah dua, di samping, ke tengah-tengah, sabagai pahlawan, menuju ke, sejalan dengan, dari rumah, pada hari, dan menjelang malam. Frasa preposisional pada umumnya berfungsi sebagai keterangan.
Pada dasarnya frasa preposisional menunjukkan makna berikut:
a)      Sebab, seperti karena, lantaran, sebab, gara-gara
b)      Alat, seperti dengan cangkul, dengan garam
c)      Kesertaan, seperti denganmu, dengan ayah
d)     Tempat, seperti di pasar, ke rumah, pada dinding
e)      Tujuan, seperti untukmu, buatmu
f)       Asal arah, seperti dari kampung, dari sekolah
g)      Cara, seperti dengan baik, dengan senang
h)      Asal bahan, seperti (cincin)dari emas, (kue)dari tepung
i)        Tujuan arah, seperti ke Lampung, ke kampus
j)        Menunjukkan peralihan, seperti kepada saya, (percaya) terhadap Tuhan

2)      Frasa eksosentris non direktif
Frasa eksosentris nondirektif dapat dibedakan menjadi (a) frasa yang sebagian atau seluruhnya memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagiannya, seperti si kecil, si terdakwa, sang kancil, sang kekasih, kaum marginal, kaum pengusaha, para pemuda; (b) frasa yang seluruhnya berperilaku sama dengan salah satu unsurnya. Artinya, terdakwa dan kekasih memiliki perilaku yang sama dengan si terdakwa atau sang kekasih, misalnya sama-sama dapat menduduki fungsi subjek atau objek.
1a. – Aku bertanya pada (si) terdakwaIa tampak gusar menunggu kedatangan (sang) kekasih.
2b. – (Si) terdakwa menembak rekannya yang justru ingin menolongnya.
(Sang) kekasih rupanya kini telah menghianatinya.
Akan tetapi, ada juga frasa yang tidak memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagiannya, seperti yang mulya, yang besar, yang hebat, yang itu, yang muda, yang bercinta. Jadi, yang hebat tidak berperilaku sama dengan yang dan tidak berperilaku sama pula dengan mulya atau hebat.

SUMBER
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasatya.  
Suherlan dan Odien. R.2004.Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Serang: Untirta Press.
 Tarigan, H.G. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:Angkasa.
_______. 1994. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.
http://mujikuat.blogdetik.com
http://hasan2u.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DRAMA “MONUMEN” KARYA INDRA TRANGGONO

UNSUR INTRINSIK DRAMA IBLIS KARYA MOHAMMAD DIPONEGORO