Cerpen Anak Oleh Marjan Fariq
Tanpa
sepengetahuan ayah dan ibu, kami pergi ke kota naik kendaraan umum. Adikku yang
masih kelas 1 SD merasa senang karena aku mengajaknya jalan-jalan.
“Kak,
memangnya kita mau kemana?” Tanya adikku.
“Ada
deh… pokoknya seru. Tapi awas jangan bilang-bilang ibu nanti!” Jawabku masih
merahasiakan tujuanku.
“Sudah
jauh kok belum turun sih kak?” Tanya adikku lagi.
“Tenang
aja, sebentar lagi sampai.” Jawabku asal, padahal perjalanan masih jauh dan
harus ganti kendaraan umum.
Setelah
melanjutkan perjalanan dengan angkot, akhirnya sampai juga di Mal Matahari yang
menjadi tujuanku. Bersama Kamil, aku langsung menuju lantai atas menggunakan
lift. Di lantai atas, banyak sekali permainan “Timezone”. Aku buru-buru menukar uangku dengan beberapa koin untuk
menghidupkan mesin-mesin “Timezone”.
“Kak,
aku mau main itu.” Seru Kamil sambil menunjuk mobil-mobilan yang dapat
ditumpangi. Aku mengiyakan dan mengajaknya balapan.
“Kak,
sepertinya itu asyik.” Kata Kamil sambil menunjuk permainan panco yang sedang
dimainkan orang dewasa.
“Itu
buat kakak-kakak yang sudah besar. Kamu nggak bisa main itu. Tapi kalau hanya
nonton ayo!” Sahutku.
Aku
merasa waktu sangat sebentar, padahal hampir semua permainan telah kami coba.
Tidak hanya balap mobil dan buaya, kami juga mencoba menunggangi motor yang
hanya bisa berlenggak-lenggok di depan layar kaca. Aku sendiri memasukkan
bola-bola basket dan mendapat kartu-kartu cukup banyak juga bermain
tembak-tembakan. Tak lupa Kamil pun berani mencoba permainan keberuntungan,
yaitu memencet tombol dimana lampu harus berhenti. Jika lampu berhenti di
tempat yang tepat, kartu-kartu akan keluar dalam jumlah yang banyak. Kamil
cukup baik dalam memainkannya. Sampai-sampai lampu benar-benar
berhenti
tepat di tempat yang diinginkan. Tak heran jika banyak orang menyaksikan Kamil karena mendapat kartu-kartu
yang banyak. Terakhir, Kamil naik kereta mini sendirian.
Cukup
banyak kartu-kartu yang bisa kami tukarkan dengan hadiah. Aku putuskan menukar
kartu-kartu itu dengan alat-alat sekolah. Kami dapat 1 tas, 2 pak buku, 2
pulpen, dan 1 paket pensil warna. Kami senang sekali. Tapi kami harus pulang
karena waktu sudah sore.
Tetapi
angkot yang kami tumpangi salah. Kami tersesat di kota. Aku bingung tidak tahu
berada di daerah mana. Kata sopir angkot kami salah naik jurusan. Terpaksa kami
turun dari mobil. Di pinggir jalan yang masih dikelilingi pertokoan aku bingung
harus berbuat apa. Adikku pun terlihat sedih. Lalu aku memutuskan kembali ke
mal Matahari.
Karena
tidak membayar ongkos, kami diturunkan oleh kenek angkot. Di pinggir jalan aku
menangis begitupun dengan Kamil. Lama sekali kami menangis sampai waktu
menjelang magrib. Aku menangis sambil memikirkan ibu yang akan mencari aku dan
adikku karena belum pulang. Aku menyesal karena tidak memberitahu ibu terlebih
dahulu. Aku pikir karena sekarang sudah kelas 4 SD aku bisa main berpetualang sampai
jauh ke kota. Duh… ibu pasti memarahiku.
Ya Allah, aku mohon pada-Mu
pulangkan kami ke rumah. Doaku dalam hati.
Tiba-tiba
ada mobil kijang yang menghampiri kami. Lalu berhenti tepat di depan kami.
Adikku tersenyum sebab ia tahu itu mobil paman Kusna.
“Aik,
kamu kenapa berada di sini?” Tanya pamanku itu.
“Kami
kehabisan uang paman. Tadi kami tersesat di kota.” Jawabku jujur.
Akhirnya
berkat bantuan paman kami bisa pulang. Sesampainya di rumah aku meminta maaf
sama ibu dan ayah. Aku berjanji tidak melakukan kesalahan yang sama. Untungnya
ibuku tidak memarahiku. Ia hanya berpesan agar kami selalu bilang kalau mau
bermain jauh. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada paman Kusna yang
telah menolong kami.
Komentar
Posting Komentar