Kerupukan

Cerpen oleh: Marjan Fariq

gambar disadur dari googlegambar disadur dari google Asep tidak bisa tinggal diam. Ia harus bertindak, setidaknya pura-pura mengerjakan sesuatu. 2 tahun setelah lulus SMK bukan hal yang mudah untuk menyandang status sebagai pengangguran. Cibiran dari sahabat-sahabatnya yang sebenarnya berupa candaan tidak bisa dianggap angin lalu.  Ia wajib membuktikan kata-katanya dulu.

“Saat lulus nanti saya tidak perlu repot-repot kerja kayak kamu Jek.” Ujar Asep sebelum berangkat sekolah. Saparudin yang dipanggil Kojek karena kepalanya plontos hanya tersenyum sambil terus mencetak kerupuk-kerupuk milik Haji Rudi.

“Kalau Cuma lulus SMP apalagi SD kayak kamu sepertinya masa depanmu gak bakal banyak kemajuan. Kata kepala sekolahku, beberapa tahun yang akan datang perusahaan hanya menerima pegawai lulusan SMK. Masih untung sekarang kamu bisa kerja di pabrik kerupuk bapakku ini Jek.” Tambah Asep panjang lebar. Lagi-lagi si kojek hanya membalas ocehan Asep dengan senyuman. Ia sebenarnya tidak mengerti mengapa tiba-tiba Asep bicara ketus seperti itu. Hanya saja ia pikir anak bos yang umurnya sebaya dengannya itu sedang menguatkan keyakinannya agar semangat sekolah sampai lulus. Tidak sepertinya yang harus rela meninggalkan bangku SMPnya karena kebutuhan perut ibu dan 2 adiknya.

Hal yang tidak Asep sangka setelah lulus adalah kematian bapaknya. H. Rudi hanya meninggalkan pabrik kerupuk beserta karyawan-karyawannya. Sementara Asep tidak tahu-menahu apa yang biasa dilakukan bapaknya. Ia terlalu fokus dengan jurusannya di SMK, Teknik Jaringan Komputer. Tak ada hubungannya dengan kerupuk-kerupuk bapaknya. Padahal Asep dengan kemampuan TKJnya berharap akan jadi teknisi komputer yang handal. Disegani teman-temannya karena menguasai ilmu yang lebih moderen.

“Bos, banyak warung yang order kerupuk. Tapi produksi kita tidak lanjut. Kalau dibiarkan akan banyak saingan yang mengisi warung-warung yang dulu diperjuangkan pak Haji.” Kata Saparudin pada bos barunya, Asep.
“Ya sudah, teruskan saja produksi. Seperti yang biasa kamu kerjakan Jek. Tinggal operasikan lagi pabrik bapakku itu.” Jawab Asep datar.
“Masalahnya bahan-bahan produksinya habis Bos. Kita perlu modal.” Terang Saparudin.

Mendengar keterangan si Kojek yang seperti itu Asep bingung. Ia tahu sebuah usaha apapun perlu modal. Tapi yang tidak ia tahu bagaimana dulu bapaknya punya modal. Yang ia tahu bapaknya selalu menyetorkan sejumlah uang ke Bank. Kini ibunya juga mengeluh sebab hutang suaminya tak ada yang bayar.

“iya bos, gimana kerjaan kita juga bos?” Tambah suara karyawan lainnya. Mendengar aspirasi karyawan bapaknya ini Asep semakin bingung. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan

Setelah 6 bulan. Pabrik kerupuk H.Rudi benar-benar tutup. Mobil pick Up yang menjadi andalan sudah disita pihak Bank. Praktis Asep yang kini menjadi kepala keluarga harus berusaha mengembalikan kehormatan keluarganya. Kejayaan bapaknya. Tidak seperti sekarang. Ia hanya membantu ibunya yang dengan terpaksa membuka warung kecil-kecilan di halaman rumahnya.

Selama 2 tahun setelah lulus sebenarnya Asep mencoba peruntungan melamar kerja kesana-kemari. Tapi bayangan manisnya dulu berbanding terbalik dengan realitanya kini. Mendapatkan pekerjaan yang diinginkan sungguh sulit. Lilis, pacar Asep sejak SMP pernah menawarkannya pekerjaan di bengkel pamannya. Hanya saja Asep ogah bekerja dibengkel. Membayangkan harus bersusah-susah menambal ban motor orang juga sudah ngeri baginya. Ia malu sebagai lulusan TKJ kalau harus berkotor-kotor dengan bekas oli mesin.

“Hei Bos… kemana aja nih. Dah gawe ya sekarang?” Tanya Saparudin ketika bertemu Asep di pasar.
“sudah.” Jawab Asep singkat.
“Ikutan dong bos. Cape nih jadi kuli panggul.”
“Ah… Jek. Ini juga cuma kerja biasa, bantuin belanja barang-barang warung milik ibu.”
“oh kirain kerja kantoran…hehe sori bos. Kenapa gak buka lagi aja bos pabrik kerupuk pak haji. Kan sayang kalau dibiarkan gak produksi.”

Asep tidak menimpali ucapan si kojek. Buru-buru ia beranjak naik angkutan umum. Sesampainya di warung ia menjajakan dagangan ibunya.

“Permisi bu Haji. Kerupuk titipan saya sudah habis tuh mau tambah lagi?” tiba-tiba datang mamang kerupuk yang biasa titip kerupuk.
“Iya Pak boleh. Ini.” Jawab Bu haji Rudi sambil menyodorkan sejumlah uang. Sepertinya itu uang setoran kerupuk sebelumnya yang telah habis.
“makasih bu.” Ujar si mamang setelah mengisi ulang kaleng kerupuknya lagi.

Memperhatikan percakapan ibunya dengan si mamang kerupuk, Asep seperti mendapat suntikan semangat. Tiba-tiba ia bergairah. Harapannya kembali muncul. Idenya berkembang. Ya, ada satu hal penting yang harus ia tanyakan pada ibunya.

“Bu, bukankah dulu bapak juga bos kerupuk?” Tanya Asep tiba-tiba yang membuat ibunya sedikit heran.
“ya?”
“apakah bapak punya banyak uang yang belum ditagih?” Tanya Asep lagi.
“Iya memang banyak A. tapi ibu tidak bisa menagihnya. Selain banyak, ibu juga tidak tahu-menahu urusan kerjaan bapakmu. Ibu juga tidak tahu warung-warung mana saja yang diisi bapakmu.” Keluh ibunya.

Tetapi mendengar keluhan ibunya itu justru Asep antusias. Harapannya benar-benar tak hilang. Segera dikayuhnya sepedah usang miliknya menuju pasar. Panas terik tak memudarkan semangatnya. Ditemuinya si kojek yang baru saja beristirahat setelah cape memanggul belanjaan ibu-ibu yang banyaknya tak terkira.

“Jek… Kojek… ayo antar saya!” Seru Asep penuh semangat.
Melihat mimik bergairah yang tiba-tiba menyeru dirinya itu, Saparudin menjadi ikut-ikutan semangat. Ia tahu bakal ada suatu kabar baik.
“Mau kemana bos?”
“Antar saya menagih uang-uang kerupuk bapakku dulu. Kamu kan tahu warung-warung yang suka diisi bapakku.”
“Masalahnya yang benar-benar tahu warung-warung itu hanya si Mamat. Saya kan dibagian produksi bos. Dulu sih pas pertama-tama ia emang bagian penjualan. Lagian kalo mau nagih itu biasanya sambil ngisi lagi bos.” Jelas Si kojek
“tenang aja jek. Itu urusan saya untuk berdiplomasi. Saya kan berpendidikan tinggi Jek. Hehe. Sekarang antarkan saya ke si Mamat!”
“Ok, Bos.”

Asep, Saparudin dan Mamat mengayuh sepeda masing-masing. Layaknya dep kolektor yang mau menagih hutang, mereka bertiga bersemangat menemui warung-warung yang sudah 2 tahun tidak dijumpai karyawan-karyawan H.Rudi. butuh lima hari bagi mereka untuk mencapai semua warung. Tidak semuanya membayar hutang. Sebab ada saja warung yang telah punah dimakan jaman. Ada juga yang lupa atau pura-pura lupa dengan hutangnya. Untung saja kebanyakan pemilik warung mengerti setelah dijelaskan oleh Asep. Bahkan mereka meminta kerupuk H.Rudi kembali mengisi ke warung  mereka. Sebab katanya kerupuk haji Rudi itu enak. Berbeda dengan kerupuk-kerupuk setelahnya.

Uang yang dikumpulkan dirasa cukup untuk memulai bisnis kerupuk yang dulu dijalankan bapaknya. Karyawannya yang dulu pergi diminta kembali. Mereka kebanyakan kerja serabutan jadi mudah mengumpulkannya lagi. Kini Asep menamai kerupuknya dengan Kerupuk H.Rudi Putra.
Pencapaian Asep meneruskan bisnis kerupuk bapaknya yang sempat terhenti itu menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Apalagi sebelumnya kerupuk H.Rudi juga sempat terkenal. Dengan sedikit sentuhan kemampuan ilmu komputernya, Asep mendesain kemasan khusus untuk produk kerupuknya. Lewat media online bahkan ia bisa menjual kerupuknya sampai ke luar negeri. Ibunya yang mulai sakit-sakitan tak perlu lagi berjualan. Kini karyawan Asep sangat banyak. Ada divisi penjualan offline alias penjualan konvensional. Dan ada juga divisi penjualan online yang kebanyakan karyawannya adalah teman-teman sekolahnya. ***

Tangerang, 9 Mei 2015
catatan: dalam KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) arti lain dari kerupuk adalah "bingung", kerupukan berarti "kebingungan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASKAH DRAMA LUMPUR KEMISKINAN

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DRAMA “MONUMEN” KARYA INDRA TRANGGONO

ANALISIS SKRIPSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) BAHASA YANG BERJUDUL “PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA SD MELALUI PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI” KARYA MULYATI